Rabu, 23 Februari 2011

10 Rahsia Haji

http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQui4SxPjlP5ktVBJbDNXUxwHrCl4J_G2-0eZ9U8oqYU1bFDQ9Oqg
بسم الله الرحمن الرحيمDalam bukunya "Rahasia Haji" dan juga Kitab "Ihya Ulumiddin" juz 1, Al-Ghazali menyebutkan sepuluh etika / adab-adab batiniah ibadat haji :
Pertama, hendaklah ia berhaji dengan harta yang halal. Ia harus meninggalkan perhatian akan urusan pekerjaan dan bisnisnya. Ia harus mencurahkan perhatiannya semata-mata kepada Allah SWT. Rasulullah SAW menubuatkan jenis-jenis haji pada akhir zaman : "Pada akhir zaman nanti, manusia yang keluar untuk ibadat haji terdiri dari empat macam : Para pejabat haji untuk pesiar, para pedagang untuk berniaga, orang miskin untuk mengemis, dan para ulama untuk kebanggaan."
Kedua, hendaklah ia berusaha untuk tidak menyerahkan dirinya diperas oleh orang-orang yang mengganggu jemaah haji. Tentang hal ini, Al-Ghazali menyebutkan para perompak zaman dahulu yang merampok jemaah haji di perjalanan. Ia mengutip pendapat para ulama bahwa labih baik meninggalkan sunnat haji daripada mendukung kedzaliman.
Ketiga, hendaklah ia tidak memboroskan bekalnya untuk makan dan minum yang mewah atau membeli kelezatan-kelezatan di perjalanan. Ia harus banyak menggunakan hartanya untuk bersedekah, menolong orang lain, atau memberikan bekal kepada teman seperjalanan, dengan hati yang betul-betul tulus murni karena mengharap Ampunan dan Ridho Allah SWT.
Keempat, hendaklah ia meninggalkan segala macam akhlaq tercela, yaitu kekejian (kedzaliman) dan kefasikan, serta perdebatan dan perbantahan sekecil apapun. Yang termasuk ke dalam kekejian adalah : berkata kotor, bohong, kasar, atau yang menusuk perasaan meski sehalus apapun. Juga memfitnah dan menipu.
Kelima, diutamakan memperbanyak berjalan. Barangkali dengan meninggalkan Arafah dan menuju Mina dengan berjalan kaki daripada dengan kendaraan. Sebab dengan berjalan kaki, ia akan sempat tidur di Muzdalifah, dan pagi-pagi berangkat menuju Mina. Sudah bisa dipastikan, mereka akan tiba di Mina lebih cepat daripada yang menyewa kendaraan.
Keenam, karena berkaitan dengan jenis kendaraan masa lalu, maka kami tidak menuliskannya di sini.
Ketujuh, hendaklah ia berpakaian sederhana, dan meninggalkan tanda-tanda kesombongan dan kemewahannya. Haji dimaksudkan untuk membesarkan dan mengagungkan Allah SWT, dan mengecilkan serta merendahkan diri kita manusia.
Kedelapan, hendaklah merawat unta yang dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan penuh kasih sayang.
Kesembilan, hendaklah memenuhi kewajiban berkurban dan membagi-bagikan dagingnya kepada kaum fakir miskin dengan hati yang tulus murni (ikhlas) untuk Allah, bukan dengan maksud riya' (pamer).
Kesepuluh, hendaklah ia selalu bersabar menerima musibah yang menimpa tubuhnya atau bila ia kehilangan hartanya.
Rahasia Haji dari Al-Ghazali sebetulnya menggambarkan perspektif sufi. Ratusan tahun sebelum Al-Ghazali lahir, Ja'far Ash Shiddiq r.a, seorang tokoh besar dalam dunia tasawuf (sufi besar) memberikan nasihat kepada para jemaah haji :
"Jika engkau berangkat haji, kosongkanlah segenap hatimu dari segala urusan. Hadapkanlah dirimu sepenuhnya kepada Allah SWT. Tinggalkan setiap penghalang dan hambatan ; dan serahkan segenap urusanmu kepada Penciptamu. Bertawakkallah kepada-Nya dalam setiap gerak dan diammu. Berserah dirilah kepada setiap ketentuan-ketentuan-Nya, hukum-hukum-Nya, takdir-Nya. Tinggalkan dunia, kesenangan, dan seluruh makhluk (segala sesuatu selain Allah). Keluarlah engkau dari kewajiban yang dibebankan kepadamu dari setiap makhluk Tuhan. Janganlah engkau bersandar kepada bekalmu, kendaraanmu, sahabatmu, saudaramu, kekuatanmu, kemudaanmu, dan kekayaanmu.
Buatlah persiapan seakan-akan engkau tidak akan kembali lagi. Bergaullah dengan baik. Jaga waktu-waktu dalam melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan Allah SWT dan Sunnah Nabi SAW berupa : adab, kesabaran, syukur, kasih sayang, kedermawanan, dan mendahulukan (kepentingan) orang lain. Bersihkan dosa-dosamu dengan air taubat yang betul-betul ikhlas.
Pakailah pakaian kejujuran, kesucian, kerendahan hati, dan kekhusyu'an. Berihramlah dengan meninggalkan segala sesuatu yang menghalangi kamu dari mengingat Allah dan mencegahmu mentaati-Nya. Bertabiahlah kamu dengan menjawab panggilan Allah dengan keikhlasan, suci dan bersih dalam setiap doa-doa kamu, seraya tetap berpegang kepada tali yang kokoh.
Bertawaflah dengan segenap hatimu bersama para malaikat di sekitar 'Arasy, sebagaimana kamu bertawaf dengan jasadmu bersama manusia di sekitar Baitullah. Keluarlah engkau dari kelalaianmu dan ketergelinciranmu ketika engkau keluar dari Mina. Janganlah mengharapkan apapun yang tidak halal dan tidak layak bagimu.
Akuilah segala kesalahan di tempat pengakuan (Arafah). Perbaharuilah janjimu di depan Allah SWT dengan mengakui segala ke-ESA-an-Nya. Mendekatlah selalu kepada Allah SWT ketika di Muzdalifah. Sembelihlah tengkuk hawa nafsu dan kerakusan ketika engkau menyembelih hewan kurban. Lemparkanlah syahwat, kerendahan, kekejian, dan segala perbuatan tercela ketika melempar Jamarah (Jumrah).
Cukurlah aib-aib lahir (kotoran) dan batinmu (dosa) ketika mencukur rambut. Tinggalkan kebiasaanmu yang selalu menuruti kehendakmu, dan masuklah kepada perlindungan ke Masjid Al-Haram. Berputarlah di sekitar Baitullah dengan sungguh-sungguh mengagungkan Pemiliknya dan menyadari Kebesaran dan Kekuasaan-Nya. Beristilamlah kepada Hajar Aswad dengan penuh keridhoan atas setiap Ketentuan Allah dan merendahkan dirilah engkau di hadapan Kebesaran-Nya. Tinggalkanlah apa saja selain Allah dalam hatimu ketika engkau tawaf perpisahan. Sucikan batinmu untuk menemui DIA pada hari pertemuan dengan DIA, ketika kau berdiri di Shafa. Tempatkan dirimu pada pengawasan Allah selalu dengan membersihkan seluruh perilakumu di Marwah."
(Al-Ghazali)
sumber

Roh manusia akan berada di 7 tempat

بسم الله الرحمن الرحيم
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhI6hlzr0kVhFW3k2Ke_sCyLOpmi2vzp74_q_mzD5r5Nr_pmz4aZWrQgGFvOxMO32N1jCqXJBu6Tq3RfrNcbOnkN_C2QUlyg_l_OkYl3y-6pEHzV8QQuPezk2pv7LH2J21GwSmsHriJA5V9/s1600/SYURGA.jpg
Abu Bakar R.A.telah ditanya tentang kemana roh pergi setelah ia keluar dari jasad. Maka berkata Abu Bakar R.A:"Roh itu menuju ketujuh tempat:-
1. Roh para Nabi dan utusan menuju ke Syurga Adnin.
2. Roh para ulama menuju ke Syurga Firdaus.
3. Roh mereka yang berbahagia menuju ke Syurga Illiyyina.
4. Roh para syuhada berterbangan seperti burung di syurga mengikut kehendak mereka.
5. Roh para mukmin yang berdosa akan tergantung di udara tidak di bumi dan tidak di langit sampai hari kiamat.
6. Roh anak-anak orang yang beriman akan berada di gunung dari minyak misik.
7. Roh orang-orang kafir akan berada dalam neraka Sijjin, mereka diseksa berserta jasadnya hingga sampai hari Kiamat."
 sumber

Jumaat, 18 Februari 2011

Remaja dan jiwa istiqamah

بسم الله الرحمن الرحيم
Oleh NURUL IZZAH SIDEK
Istiqamah para remaja adalah dituntut untuk memperkasa akal budi remaja dengan ilmu yang Islami dan bermanfaat. -Gambar hiasan



ISTIQAMAH bermaksud teguh hati, dan melakukan sesuatu secara berterusan. Jiwa istiqamah berdiri atas prinsip yang teguh, akhlak yang baik, dan ada kekebalan menghadapi cabaran.
Para remaja memerlukan jiwa istiqamah yang tinggi pada masa kini bagi menghadapi pelbagai cabaran. Cabaran remaja Islam masa kini tidak memadai hanya dengan belajar ilmu fardu ain semata-mata.
Cabaran kini dan masa depan banyak yang bersifat pemikiran, intelektual, ideologi, sains dan teknologi. Sebagai remaja proses pengilmuan mestilah baik dan sempurna supaya jiwa istiqamah dapat dibina.
Membangun jiwa istiqamah di kalangan remaja memerlukan dukungan ilmu. Ilmu dalam Islam umpamanya, ibarat cahaya. Ia memimpin jalur berfikir dan arah tindakan yang baik. Ilmu-ilmu Islam tidak sekadar menghubungkan remaja dengan potensi berfikir tetapi juga mendidik remaja memahami perkara-perkara yang ghaib. Para remaja harus dibina kekuatan fikir dan juga zikir, dalam erti kata yang luas.
Berfikir secara Islamik tidak sahaja melihat seusatu itu diciptakan tetapi secara zikirnya remaja Islam perlu tahu hikmah di sebalik wujudnya sesuatu. Daripada situ fikir dan zikir berkembang.
Fikir lebih banyak memberi fokus kepada benda-benda yang tampak yang boleh dihujah dengan akal dan dirasakan oleh pancaindera. Tetapi hal-hal yang ghaib terhubung dengan keyakinan kita kepada Allah dan al-Quran menjadi sumber memberikan sedikit rahsia di sebalik kewujudan sesuatu.
Ayat-ayat al-Quran tidak sahaja bersifat harfiah atau kalimah-kalimah, tetapi maksud Ayatullah itu menghubungkan wahyu dengan kehidupan. Contohnya bila al-Quran menyebutkan autad iaitu pasak-pasak bumi terhadap gunung-ganang, ia memberi kita hikmah bahawa pada bumi itu ada titik keseimbangan yang terkait dengan gunung ganang. Hikmahnya, supaya manusia juga memiliki titik keseimbangan.
Kedua, al-Quran menyebutkan Allah menjadikan alam ini pada kadarnya. Gelombang di lautan beralun dengan hebatnya tetapi apabila sampai ke pantai ia berpatah semula. Itu berlaku berulang-ulang dan menunjukkan bahawa air laut batasannya ialah pantai.
Ia tidak melampaui daratan kecuali berlaku tsunami. Ia memberi hikmah kepada manusia bahawa apa pun perbuatan kita, kehendak kita, keinginan kita dan kemampuan kita tetap ada batasnya. Allah mengingatkan manusia supaya kita jangan melampaui batas.
Para remaja mempunyai potensi sebagai kelompok peniru dan mudah dengan unsur-unsur negatif dari sumber yang pelbagai. Ketiadaan ilmu yang memberi tunjangan kepada akal budinya telah menyebabkan para remaja mudah cair dengan pengaruh di luar dirinya dan mudah mengagumi dengan hal-hal yang bersifat popular. Remaja sebahagiannya memiliki sifat dan tabiat yang berubah-ubah. Ini membayangkan jiwa yang tidak istiqamah.
Jiwa istiqamah juga harus dididik dan dilatih dengan nilai-nilai agama yang membentuk watak-watak manusiawi. Watak ini penting bagi remaja kerana di tahap inilah proses pembentukan jati diri seharusnya berlaku.
Dewasa ini antara faktor yang menyebabkan remaja mudah terpengaruh dan cair dengan pengaruh popular, sama ada gaya hidup, cara berpakaian, corak hiburan, jenis lagu dan muzik, adalah gambaran sesuatu yang diambil daripada orang, bukan berasaskan budaya dan tradisi sendiri.

Rabu, 16 Februari 2011

Bilal bin Rabah bunuh bekas majikannya

بسم الله الرحمن الرحيم
SUSUNAN SITI AINIZA KAMSARI
 
KECUALI jika bekas majikannya itu bersedia untuk mengucap syahadah, iaitu menerima Islam, Bilal bin Rabah tidak mempunyai alasan untuk membunuh Umaiyyah bin Khallaf, salah seorang pembesar Quraisy yang sangat memusuhi Islam.
Selain daripada itu Bilal tidak mempunyai sebarang pilihan kecuali beliau tetap akan membunuh Umaiyyah walau apa pun jua yang menjadi halangannya.
Tidak sahaja kerana ingin membalas dendam kerana mengenangkan dirinya pernah hampir-hampir mati akibat teruk diseksa oleh Umaiyyah sebagai majikan yang begitu marah apabila mendapat tahu secara senyap-senyap Bilal memeluk Islam.
Tetapi sebagaimana yang disebutkan Umaiyyah antara salah seorang pembesar Quraisy yang sangat memusuhi Islam, jadi darahnya adalah halal untuk diperangi dalam Perang Badar ini.
Namun tugas Bilal untuk membunuh bekas tuannya adalah tidak mudah bagai disangka kerana Umaiyyah dihalang untuk dibunuh oleh rakan sepasukan Bilal sendiri, Abdul Rahman bin Auf.
Dalam sebuah kisah pada Perang Badar itu, Abdul Rahman bin Auf dikatakan sedang mengumpul baju-baju besi daripada mayat-mayat anggota tentera Quraisy untuk diserahkan kepada Rasulullah selaku Ketua Panglima Perang.
Ketika beliau berbuat demikian, tiba-tiba Abdul Rahman terserempak dengan Umaiyyah dan anaknya Ali bin Umaiyyah.
Lalu Abdul Rahman bersedia untuk bertempur dengan Umaiyyah kerana mengenangkan pembesar yang kaya raya itu seorang yang sangat anti kepada Islam dan para pengikut agama itu.
Namun rupa-rupanya atas faktor usia yang semakin lanjut dan semangat yang semakin luntur mengenangkan kekalahan semakin memihak kepada tentera Quraisy, Umaiyyah lebih memilih untuk menjadi tawanan perang. Tanpa sebarang syarat!
“Abdul Rahman, apakah kamu tidak mengenali aku, bukankah suatu waktu dahulu kita merupakan sahabat baik,” kata Umaiyyah.
Abdul Rahman tidak menafikan kata-kata Umaiyyah itu bahawa mereka dahulunya adalah sahabat baik dan sama-sama menjalankan perniagaan sehingga masing-masing mengaut untung dan laba berlipat kali ganda.
Tetapi kini semua itu tiada lagi kecuali mereka bermusuh akibat memperjuangkan kepercayaan agama masing-masing.
“Tetapi aku dan anak aku ini lebih rela menyerah diri kepada kamu daripada dibunuh. Jadikanlah kami tawanan perang kamu.
“Sebabnya, baju-baju besi yang kamu kumpulkan itu tidak setanding harganya dengan bayaran tebusan yang bakal kamu terima. Lebih lumayan dan tinggi harganya termasuk beratus-ratus ekor unta buat kamu,” kata Umaiyyah.
Mendengarkan itu Abdul Rahman pun mencampakkan baju-baju besi lalu membawa Umaiyyah dan anaknya kepada Rasulullah sebagai tawanan perang yang bakal memberikan pulangan yang sangat besar kepada Islam.
Adalah lebih berbaloi menuntut tebusan bagi pihak Umaiyyah daripada membunuhnya tanpa mendapat apa-apa di kemudian hari.
Enggan berganjak
Namun perjalanan mereka tersekat apabila terserempak dengan Bilal yang kebetulan sedang meluap-luap untuk mencari dan membunuh Umaiyyah.
Tanpa dapat ditahan-tahan lagi Bilal menyerbu untuk menyerang Umaiyyah yang ketika itu dalam kawalan dan tawanan Abdul Rahman bin Auf.
“Selagi kamu masih hidup, aku tidak akan pernah tenteram. Bersedialah Umaiyyah sudah tiba masanya engkau pula diambil nyawa atas sikap mu yang keji selama ini terhadap aku dan agama yang membebaskan aku dari selama-lamanya menjadi seorang hamba sahaya.
“Kini aku seorang yang merdeka, Umaiyyah dan membiarkan kamu terus hidup bererti Islam tidak akan pernah tenteram dan sentiasa diancam oleh kamu,” tegas Bilal terhadap musuh dan lawannya itu.
Namun serangan Bilal itu dapat dihalang oleh Abdul Rahman dengan Umaiyyah dan anaknya terus berlindung di belakang sahabatnya itu.
“Bilal,” jerit Abdul Rahman.
“Umaiyyah dan anaknya ini sudah menjadi tawanan saya. Mereka tidak boleh diapa-apakan apatah lagi dicederakan selagi mereka berada dalam lindungan aku.
“Sehingga kita menyerahkan mereka kepada Rasulullah, selagi itu kita tidak boleh berbuat apa-apa terhadap Umaiyyah dan anaknya ini,” tegas Abdul Rahman lagi.
Walaupun terkejut dengan tindak balas rakan sepasukannya sendiri namun Bilal enggan berganjak kecuali ingin memenggal kepala Umaiyyah.
“Wahai pembela agama Allah, Abdul Rahman! Lepaskan Umaiyyah itu kepada aku untuk aku membunuhnya. Saya dan seluruh umat Islam tidak akan berasa aman selagi dia masih hidup,” kata Bilal sambil memaksa Abdul Rahman supaya menyerahkan tawanan perangnya itu.
Namun Abdul Rahman tetap enggan.
“Mereka sudah menyerah diri dan menjadi tawanan saya kerana itu saya berhak untuk melindunginya,” kata Abdul Rahman.
“Umaiyyah tidak boleh dimaafkan kerana engkau pun tahu dia terlalu banyak menyakiti Rasulullah dan menyeksa saya tanpa sedikit pun rasa belas kasihan,” kata Bilal dengan sangat marah.
“Kita serahkan sahaja kepada Rasulullah untuk menentukan hukuman yang patut dijatuhkan terhadap Umaiyyah,” kata Abdul Rahman yang tetap mempertahankan Umaiyyah.
“Tidak, saya tetap akan membunuhnya darahnya halal untuk ditumpahkan di medan ini,” tegas Bilal.
Melihatkan Bilal bagaikan sedang mabuk darah Abdul Rahman pun menjerit kepada Umaiyyah supaya merebahkan badannya bagi mengelakkan serangan dari Bilal.
Umaiyyah pun segera merebahkan dirinya ke tanah dan Abdul Rahman sendiri menjatuhkan dirinya ke atas Umaiyyah bagi melindungi Umaiyyah dari diserang oleh Bilal.
Saat itu juga Abdul Rahman meminta Umaiyyah mengucap syahadah sebagai tanda menerima dan memeluk Islam sebagai satu-satunya cara bagi Umaiyyah untuk menyelamatkan diri dari amukan Bilal.
“Lidah aku tidak akan mengucapkan sama seperti apa yang diucapkan oleh Bilal, hamba aku yang sangat hina itu,” kata Umayyah yang tetap berdegil.
“Jika begitu Umaiyyah, demi Allah! Aku tidak boleh melindungi kamu lagi wahai Umaiyyah,” kata Abdul Rahman bin Auf penuh kesal.
Lalu Umaiyyah terus menggagahkan dirinya dan bangun sambil merampas pedang milik Abdul Rahman dan bersedia untuk berlawan dengan bekas hambanya itu.
“Umaiyyah inilah sangat yang paling aku tunggu, iaitu untuk membunuh kamu! Membunuh kamu adalah perkara yang paling ingin ku lakukan supaya aku bebas dan menjadi manusia yang merdeka sepenuhnya!
“Kecuali jika kamu mengucapkan dua kalimah syahadah, pasti itu sahaja alasan untuk aku tidak membunuh kamu,” kata Bilal.
Namun kata-kata Bilal itu dianggap sebagai satu penghinaan kepada Umaiyyah lalu dia pun terus melibaskan pedang yang terhunus.
Namun berjaya dielakkan oleh Bilal yang lebih muda dan tangkas. Akhirnya Umaiyyah yang sudah tua itu tewas dan berjaya dibunuh oleh bekas hambanya sendiri.
Akhirnya mati seorang lagi musuh ketat Islam!
Bilal sangat gembira kerana hajatnya tercapai juga akhirnya namun tidak, kepada Abdul Rahman bin Auf.
Dia masih berasa duka dengan apa yang berlaku lebih-lebih terlepas peluang untuk mendapatkan tebusan yang lumayan bagi membebaskan Umaiyyah yang kaya raya itu.
Dalam hal ini apabila dirujuk kepada Rasulullah, baginda terpaksa membenarkan tindakan Bilal untuk membunuh Umaiyyah kerana tiada peluang dapat diberikan kepada musuh-musuh yang selama ini begitu menyakiti umat Islam.
Apa gunanya memperoleh tebusan yang tinggi dan lumayan sedangkan musuh Islam tidak akan pernah serik untuk terus memusuhi Rasulullah dan para pengikut baginda!
sumber

Rabu, 9 Februari 2011

Nikmat persaudaraan Islam disisi Allah SWT

بسم الله الرحمن الرحيم

http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSc90e3rgSbUNU4EDHPK2MpQFYVN-xWCmZ3-nUzMc7_ZuzWJHPULQ
http://erfins.files.wordpress.com/2010/08/ami1.jpg?w=200&h=150

Assalamualaikum wr wb…
Ikhwah Fillah yang sama-sama mengharapkan ridha Allah..
Ada beberapa hal yang bermanfaat dari sebuah ukhuwah islamiyah:
1. Dicintai oleh Allah
———————
“Ada seseorang berada disamping Rasulullah lalu salah seorang sahabat berlalu didepannya. Orang yg disebelah Rasulullah tadi berkata:”Aku mencintai dia, ya Rasulullah, lalu nabi menjawab:”Apakah awak sudah memberitahukan kepadanya?”org trsb menjawab:”Belum yaa Rasulullah” kemudian Rasulullah bersabda:”Beritahukan kepadanya seraya berkata:”Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.” kemudian org yag dicintai itu menjawab:”Semoga Allah mencintaimu kerana engkau mencintaiku kerana-Nya”.
2.Di do’akan oleh malaikat
—————————
“Tidaklah seorang hamba mukmin berdo’a untuk saudaranya dari kejauhan melainkan malaikat berkata:Dan bagimu juga begitu.”(HR.Muslim)
3.Diampuni dosa diantara yg bersangkutan
——————————————-
“Tidak ada dua org mukmin yang berjumpa lalu berjabatan tangan (mukhrim only:penulis) melainkan keduanya diampuni dosanya sebelum berpisah”(HR.Abu daud dr.Barra’)
4.Mendapat cinta Allah
———————–
Imam Malik meriwayatkan:Berkata Nabi bahwa Allah berfirman:Pasti akan mendapat cinta-Ku org-org yang mencintai karena Aku, dimana keduanya saling berkunjung karena Aku dan saling memberi karena Aku.”
5.Mewariskan rasa cinta dan menghilangkan kekotoran hati
————————————————————
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah karena hadiah itu dapat mewariskan rasa cinta dan menghilangkan kekotoran hati(HR.Imam Dailami dr.Anas)
6.Diringankan beban darinya di akhirat kelak.
———————————————-
Siapa yang meringankan beban penderitaan seorang mukmin di dunia pasti Allah akan meringankan beban penderitaan di akhirat kelak. Siapa yg memudahkan org yg dalam keadaan susah pasti Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat, barangsiapa menutupi aib seorang muslim pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan selalu menolong hamba-Nya jika hamba tsb menolong saudara-Nya.” (HR.Muslim)
7. Diberi kegembiraan oleh Allah di akhirat kelak.
————————————————–
Barangsiapa mengucapkan selamat (congratulations:penulis) kepada saudaranya ketika saudaranya mendapat kebahagiaan niscaya Allah menggembirakannya pada hari kiamat.”(HR.Thabrani)
sumber

Selasa, 8 Februari 2011

Nasihatilah Manusia Walaupun Engkau Seorang Pendosa

بسم الله الرحمن الرحيم

Mungkin ada sebahagian orang yang tidak tergerak hatinya untuk menasihati manusia, kerana ia merasa banyak melakukan dosa dan tidak layak untuk mengucapkan ucapan kebaikan kepada sesama manusia.
Pandangan seperti itu adalah keliru dan bahayanya sangat besar, serta akan membuat syaitan gembira. Betapa tidak, kerana jika mesti menunggu sampai seseorang bersih dari dosa baru ia layak menasihati manusia, maka tidak ada seorangpun di muka bumi yang layak memberi nasihat setelah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam tercinta.
Sebagaimana dikatakan seorang penyair:
إذا لم يعظ في الناس من هو مذنب
فمن يعظ العاصين بعد محمد
“Apabila seorang pendosa itu tidak menasihati manusia,
Maka siapakah yang akan menasihati orang-orang yang berdosa setelah Nabi Muhammad kita”.
Sa’id bin Jubair berkata: “Apabila seseorang tidak memerintahkan kepada kebaikan dan tidak pula mencegah dari yang munkar, hingga ia menunggu dirinya bebas dari kesalahan, maka tidak akan ada seorangpun yang memerintahkan kepada kebaikan dan tidak pula mencegah dari yang munkar”.
Imam Malik setelah mendengar perkataan Sa’id bin Jubair berkata: “Benar apa yang dikatakan Sa’id. Siapakah yang tidak memiliki sedikitpun dosa dalam dirinya?”.
Al-Hasan berkata kepada Mutharrif bin ‘Abdillah: “Berilah nasihat kepada sahabat-sahabatmu”. Mutharrif menjawab: “Sesungguhnya aku takut mengatakan apa yang tidak aku kerjakan”.
Al-Hasan berkata lagi: “Semoga Allah merahmati dirimu. Tidak ada seorangpun di antara kita yang melakukan semua yang diperintahkan Allah. Syaitan akan gembira apabila kita berfikir seperti itu sehingga tidak ada seorangpun yang memerintah kepada kebaikan dan tidak pula mencegah dari kemungkaran”.
Berkata Ibnu Hazm: “Apabila orang yang mencegah dari perbuatan keji mesti orang yang tidak memiliki kesalahan, dan orang yang memerintah kepada kebaikan mesti orang yang selalu mengerjakan kebajikan, maka tidak ada seorangpun yang mencegah dari yang mungkar dan tidak ada seorang pun yang mengajak kepada kebaikan setelah Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(Semua nukilan diatas dapat ditemukan dalam kitab al-Jami’ li Ahkamil Quran: 1/367, al-Qurtubi).
Imam Nawawi berkata:
“Para ulama menyatakan bahawa tidak disyaratkan pada orang yang memerintah kepada kebaikan atau orang yang mencegah dari kemungkaran untuk mencapai kesempurnaan dalam segala hal. Tapi, ia mesti tetap mengajak kepada kebaikan walaupun ia memiliki kekurangan dalam hal yang ia ajak kepadanya, dan ia tetap mencegah kemungkaran walau ia terkadang mengerjakan apa yang ia cegah. Kerana sesungguhnya wajib pada dirinya dua perkara iaitu : mengajak dirinya sendiri ke arah kebaikan dan mencegah dari kemungkaran; dan mengajak orang lain ke arah kepada kebaikan dan mencegah mereka dari yang mungkar. Tidak boleh ia melalaikan salah satu dari dua perkara tersebut”.
(Syarah Sahih Muslim: 2/23, An-Nawawi).
Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu saling menasihati dalam kebaikan.
Diolah dari:
http://faidah-ilmu.blogspot.com/2010/08/nasihatilah-manusia-walaupun-engkau.html
sumber

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails